The Sun and The Neptune
(By: Michelle Purwagani)
Prolog:
Hi, namaku Arini. Aku ingin berbagi kisah hiduku pada kalian.
Sebelumnya, aku mau bertanya pada kalian.
Kalian pasti pernah melihat kisah percintaan di mana tiba-tiba muncul pihak ketiga yang mengganggu hubungan tsb?
Kalian pasti benci dan sebal sekali pada orang ketiga itu. Oke, itu wajar. Aku juga.
Tapi... Bagaimana jika dalam kisah itu, sang tokoh utamalah orang ketiga itu? Mungkin kalian akañ membencinya atau mungkin akan bersimpati padanya. Entahlah. Tapi, inilah kisahku.
Sabtu, 02 Desember
Pukul 15.00, di rumahku
Handphoneku beredring.
"Iya, halo.. kenapa, Shan..?"
"Rin.. please banget dong temenin gue..."
"Loe mau ke mana emangnya, Shan?" tanyaku pada Shanty, my best friend.
"Emm... Emm... ke.. Moon Picture... Gue mau ikutan casting, Rin.. Tapi, gue grogi kalo ke sana sendirian.. So, please banget ya, loe temenin gue.... Please..." ujar shanty dengan nada merengek seperti anak kecil.
"Ya udah, ya udah, gue temenin... Jam berapa emang? Loe yang jemput gue loh, ya..."
"Jam 4, Rin.. Oke deh, thanks ya.."
Ok, alhasil aku berhasil diculik oleh makhluk mungil bernama Shanty itu. Kenapa aku bilang ia mungil? Hehehehe... ya karena badannya yang supermini itu dengan tinggi 148 cm untuk ukuran anak kelas 2 SMA, ia sangat mungil. Lucunya lagi, kalau ia sedang berjalan denganku, ia pasti sering
diledekin oleh teman-teman di sekolah karena aku begitu tinggi (ya.. cuma 170 cm aja sih, sebenarnya..) dan langsing. Sedangkan Shanty benar-benar mini and chubby. Hehehehe. Tak berhenti aku ketawa bila mengingat kata-kata: "Wah, angka 10 lewat..." hehehehe. Ah, tapi untungnya Shanty orangnya sangat ramah dan supel, ia tak pernah marah bila diledekin anak-anak satu sekolah bahkan. Hmmm... Itulah yang membuatku kagum padanya.
Sesampainya di tempat casting.
Aku dan Shanty keluar dari dalam mobil, dan menghampiri Pak Rehan, sutradara ternama.
"Ooh, kamu pasti Shanty kan... ya udah, Oneeeeeenngg....."
"Iya... pak.."
"Segera kamu make-up anak ini...."
Si penata rias tersebut menarik tanganku.
"Looh, loh... Pak.. Pak Rehan... saya.. saya bukan..."
"Sudah, sudah.. kamu memang bukan artist, tapi sebelum casting kau harus di-make-up dulu.. Sudahlah.. Oneng... cepaaat lakukan tugasmu... Oke.. yang lain... camera siap stanby... sekarang giliran Belinda.."
Sutradara itu ngoceh tanpa titik dan koma. Seperti dikejar penjajah saja.
Ups, tunggu... lihatlah Shanti yang asli. Dia masih berdiri di tempatnya, bengong.
Ya ampun.... Tuhan... ini bukan salahku, kan?
Hmmm... sepertinya Pak Rehan tak melihat si Shanty yang mungil itu. Dan dia mengira akulah Shanty yang ingin ikut casting.
"Emm... Bang... salah nie, bang, salah...' aku mencoba menjelaskan pada si abang (ato none mungkin) yang sudah menempelkan foundation ke mukaku.
"Aduh non... udah jangan berisik... Nggak mungkin salah lah... Ah, non ini tak tahu... Eke udah jadi make-up-artist for 5 years, non..."
Oke deh. Lengkap sudah penderitaanku. Aku harus -terpaksa- ikut casting ini. Aku sudah berusaha berbicara yang sebenarnya, tapi tak seorangpun yang mendengar.
Lalu, Shanty.... ooooh, no... dia diam saja. Tak berusaha menjelaskan (atau mungkin sama seperti aku.. kita tak bisa menjelaskan... tak ada yang mendengar...). Dan satu hal lagi, ia pasti akan marah padaku. Shanty, Shanty... mungkin lebih baik jika tadi aku tak ikut denganmu.
1 jam telah berlalu, aku sudah selesai di-casting.
Pak Rehan berkata padaku, "Baiklah, Arini... Sepertinya kamu cocok dengan peran ini... Besok lusa kita bisa mulai shooting... Oya, untuk masalah honor dan kontrak, manajermu sudah menandatanganinya..."
"Loh.. tunggu.. tunggu.. Arini? Tadi kan, bapak mengira saya Shanty? lalu... kok bisa tahu kalau saya Arini? Terus... manajer..? Manajer apa ya..?"
Tiba-tiba muncullah sesosok Shanty yang ketawa ngakak.
"Wuakakakakaka..... Gue manajer loe, Rin.."
"Okeei... tunggu... gue makin nggak ngerti deeh..."
Shanty pun menjelaskan bahwa semua ini hanyalah akal-akalan dia agar aku ikut casting Film "The Sun and The Neptune".
Dia sudah bekerja sama dengan assistant sutradara yang notabene adalah pamannya sendiri.
Di Mobil..
"Gila loe, Shan... Gue nggak abis pikir...."
"Hahahaha... tapi, lo jangan ngambek ya, Rin... Emm... gue tau banget kok kalo elo tuh punya bakat acting... Tapi sayang loe tuh kurang narcis untuk mempopulerkan diri loe... Inget, Rin... Kalo nggak narcis, nggak eksist dooong..."
Aku hanya tersenyum, geleng-geleng kepala.
"Tapi, Shan... Aku ngga nyangka juga kalo aku bisa ketrima di film itu sebagai peran utama pula... Waah... aku jadi gerogi nih... By the way, siapa ya lawan mainku..?"
"Ooh... pemeran tokoh Neputne maksudmu? Mmmmm.... kalo nggak salah dia itu anak band yang cukup terkenal deh, Rin... band apa gitu... gue lupa..."
"Wah... jadi ini bener-bener film musikal dong ya... kok jadi minder ya..?"
"Udaaahlaah, Rin... Santae aja... di film ini banyak bintang-bintang baru kok.. yaa anggap aja buat tambahan pengalaman loe, rin.. kan lumayan juga honornya..."
"Dasar, lo, Shan..." aku tersenyum senang. "Anyway, thanks ya, Shan.."
"Oooh... no problem, asal gaji manajernya gede ajaa... hehehehe.."
"Dasar loe.. matreee gilaa..."
* * * * *
AKHIRNYA.....
SAAT ITU TIBA...
Aku pun mlai shooting Film tersebut....
"Stop.... Cut, cut, cut...." potong Pak Rehan. "Hmmm.... Rini, Ekspresi kamu kurang.... Rafael juga... Please laah, kalian jangan jaim gini.. ini sudah take 4 kali..."
"Yaa, Pak Rehan.. Kami minta maaf... Mungkin kami masih baru di sini..." ujar Rafael, lawan mainku.
"Aaaaah... bukan laah, bukan itu..... Acting kalian itu sudah oke, hanya kurang perfect aja... Nggak ada chemistrynya sama sekali... Hhhh....." Pak Rehan menghela nafas, kemudian berbicara lagi, "Ya sudah begini saja, untuk hari ini kita break dulu... Kita akan libur shooting selama 5 hari... Saya minta kepada Rafa dan Rini untuk menghabiskan waktu bersama selama 5 hari tersebut..."
"Ooh... oke.. nggak masalah buat saya, Pak.. Kebetulan juga band saya lagi nggak ada job.."
"Saya juga ngga keberatan, Pak Rehan.." sahutku.
"Baiklah, 5 hari lagi, saya akan menghubungi kalian..
Saya berharap sekali ketkia shooting berikutnya... chemistry itu sudah terbentuk... oke, semua... kita bubar sekarang..."
* * * * *
Selasa, 05 Desember
Rafael, lawan mainku itu menelponku.
"Hai, Non... Jam berapa pulang sekolahnya?"
"Hari ini jam 1, kak Rafa..."
"Oooh... hehehe, panggil namaku aja ya, Rin... Panggil Rafa aja... Ya walaupun kita beda 7 tahun sih... Tapi aneh aja kalo aku dipanggil kak Rafa..'
"Hohohoho.... Oke..."
"Ya udah, ntar aku jemput kamu ya, kita pergi bareng..."
"Thanks, see u.."
Mulai hari ini, aku sering menghabiskan waktu bersama dengan Rafael. Hmm... aneh pada awalnya... Karena, jujur, ini pertama kalinya aku jalan dengan cowok yang jauh lebih tua dariku.
Tapi aku senang, karena Rafael ternyata sangat baik. Berbeda sekali dengan penampilannya sebagai anak band. Dia sungguh hangat dan sabar. Sungguh dewasa pastinya.
"Senang bisa mengenalmu, Arini..." ujar Rafael di hari terakhir kita pergi bersama. "Kamu itu sangat dewasa untuk anak SMA seumuran kamu, Rin..."
"Ah, Rafa, kamu bisa aja... Yaa, aku harap saat shooting berikutnya kita bisa memenuhi target Pak rehan ya, Raf..."
"I hope so..." kata Rafael. "Oya, Rin... Kita pulang, yuk... Ntar, aku nggak enak nih sama papa mama kamu kalo kita pergi terlalu lama..."
"Ok..."
* * * * *
"Ooh, Mentari... jikalau sinar cintamu tak lagi menerangi hariku, biarku larut dalam pekat malam..."
"Aku Mentari... tapi, aku tak mampu menerangimu, Neptune...Mungkin... kita harus berakhir sampai di sini..."
"CUT...!" teriak, Pak Rehan. "Hey, Rafa...? Mana ekspresinya...? Kau ini sedang memohon pada orang yang kau cintai untuk tetap bersamamu selamanya... Tatap mata Arini lbih dalam...!"
"Baik..."
" 1... 2... 3... action..."
Beginilah hari-hariku di lokasi shooting.
Aku... dan Rafa....
Saat Break......
"Rin, mau es krim?" tawar Rafa yang meenyodorkan es krim rasa strawberry di depanku.
"Hmm... boleh.." jawabku singkat. Dan tanpa basa-basi segera saja kumakan es krim itu.
Rafael tiba-tiba mentertawaiku.
"hahaha... kamu jangan buru-buru dong makannya... sampai belepotan tuh..."
Lantas saja dia mengambil sapu tangannya dan mengusap es krim yang menjalar sampai ke pipiku.
DEG....
Hah..? Bunyi apa ini?
Kenapa aku jadi merasa aneh begini saat dia melakukan hal tadi.
Seperti ada kupu-kupu terbang dari dalam tubuhku.
Aku tersenyum, "Terima kasih.."
"Emm... biar kucuci ya, sapu tanganmu...? Boleh kan..?"
"hahahaa...." Rafa malah ketawa. "Kamu tuh lucu, Rin... Polos banget... Tapi nggak apa deh, kalo kamu mau nyuciin... hehehehhe..."
Kupandang sapu tangan itu.
Wah, sapu tangan ini bagus juga, pikirku dalam hati. Ada lambang ᴚR pada sapu tangan itu.
Hmm... apa ya artinya...? Ini seperti rajutan tangan...
Namun, aku tak berani lancang, tak berani bertanya apapun padanya.
* * * * *
readmore »»